HMI, Islam, dan Ke-Indonesia-an Tim Redaksi, 7 Oktober 20257 Oktober 2025 Oleh: Juliadi HakimHIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI) tidak dilahirkan oleh ormas Islam besar seperti NU atau Muhammadiyah.HMI lahir murni dari hasil perenungan dan kesadaran intelektual mahasiswa Islam terhadap tanggung jawab mereka, baik terhadap umat Islam maupun terhadap bangsa Indonesia.Pada 5 Februari 1947, HMI didirikan oleh Lafran Pane bersama 14 sahabat seperjuangan, yang sepemikiran dalam kesadaran sebagai anak umat Islam sekaligus anak bangsa yang baru merdeka.HMI lahir di tengah dunia kampus pada era perjuangan, namun tidak dibentuk oleh rektor atau institusi kampus.HMI tumbuh dan berkembang bersama kampus dan mahasiswa Islam. Oleh karena itu, nafas dan ciri khas HMI adalah kampus, Islam, dan ke-Indonesia-an.Tujuan HMI tercermin dalam pernyataan: “Terbinanya insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam, serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.”Dari tujuan ini, jelas bahwa akar dan idealisme HMI bersumber dari Islam yang tumbuh di Indonesia.Dinamika pertumbuhan HMI sangat dipengaruhi oleh gejolak Islam dan bangsa. HMI berada di antara kedua kutub ini: Islam dan ke-Indonesia-an.BACA: Bayangkan Muka Walid; Kultus Personal dan Manipulasi RitualSebagai organisasi kader, HMI sering terseret dalam arus politik, sehingga kadernya mau tidak mau terlibat dalam dunia politik.Di era Orde Lama, Indonesia menghadapi tantangan berat. PKI mendesak Soekarno untuk membubarkan HMI, namun TNI, umat Islam, dan rakyat menolak rencana tersebut.Kesulitan PKI untuk “memerahkan” kampus terjadi karena adanya kader HMI di kampus, sehingga HMI dan PKI sering berhadap-hadapan secara ideologis. PKI memandang HMI sebagai tantangan terberat untuk mempengaruhi kampus.Di era Orde Baru, HMI kembali diuji intelektualitasnya sebagai anak umat Islam dan bangsa. Pemerintahan Soeharto memperkenalkan konsep Azas Tunggal untuk seluruh ormas dan partai politik.Konsep ini menjadi bahan diskusi mendalam di kalangan kader, yang mencapai puncaknya dalam Kongres Medan dan Padang.Akhirnya, HMI terbelah secara ideologis, melahirkan HMI DIPO dan HMI MPO. HMI DIPO siap menerima Azas Tunggal, sementara HMI MPO menolak tegas. HMI mengalami dualisme kader.BACA: Membongkar Bahaya dan Hukum Syariah Judi OnlineHMI MPO menggelar kongres di Yogyakarta dan mendaulat Egi Sujana sebagai ketua pertamanya.Tujuan HMI MPO adalah: “Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulil Albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah.”HMI MPO, yang mengklaim diri sebagai penyelamat organisasi, menolak kebijakan Azas Tunggal dan tetap berpegang teguh pada Azas Islam, sehingga menghadapi tekanan dari pemerintah Orde Baru.Rumusan ajaran pokok HMI adalah NDI—nilai dasar Islam. Nilai ini mengalami kajian mendalam, terutama melalui telaah akademis Nur Cholis Majid, yang mewarnai dan meletakkan dasar-dasar kajian HMI.Akhirnya, NDI berkembang menjadi NDP, nilai dasar perjuangan, untuk menghindari bias persepsi antara Islam dan Indonesia.NDP HMI menegaskan perjuangan untuk kemajuan umat dan bangsa dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam, Pancasila, nasionalisme, dan demokrasi.Tujuannya adalah agar nilai-nilai perjuangan terinternalisasi dalam diri setiap kader, membentuk pribadi berakhlak mulia, dan mampu memberi kontribusi positif bagi masyarakat.Setiap kader HMI harus memahami tujuh pokok NDP:Dasar-dasar perjuanganPengertian dasar tentang kemanusiaanKemerdekaan manusia dan hak-hak universalKetuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaanIndividu dan masyarakatKeadilan sosial dan keadilan ekonomiKemanusiaan dan ilmu pengetahuanBACA: Silaturahmi, Kunci Harmoni dan Keberkahan HidupDengan internalisasi tujuh nilai dasar ini, kader HMI menjadi agen perubahan.Di era perubahan peradaban yang cepat dan tak terkendali, nilai-nilai kader HMI harus tumbuh seiring laju perubahan tersebut.Kader HMI harus siap mengambil alih kepemimpinan umat dan bangsa secara menyeluruh dan paripurna.Semoga tulisan ini menjadi inspirasi dan reposisi bagi kader HMI dalam menempatkan diri di tengah derasnya arus perubahan peradaban. (*)Jangan Lewatkan:Prasangka Buruk: Perusak Hubungan dan HarmonisasiKrisis Eksekusi Hukum dan Ancaman Runtuhnya Kepercayaan PublikAksi Massa dan Alarm Kepemimpinan: Membaca Kejanggalan BernegaraUjub, Penyakit Hati yang Menggerogoti Keikhlasan