Tenggelam di Telaga HMI, Menemukan Diri dalam Pergerakan Tim Redaksi, 5 Oktober 2025 Oleh: Juliadi HakimBEBERAPA tahun yang lalu, ketika masih menjadi mahasiswa Fakultas Teknik, saya mencemplungkan diri ke dalam telaga bernama HMI — tepatnya di BOTLEM (Botolempangan), Makassar.Di telaga HMI inilah saya menemukan banyak hal: romantisme perjuangan, semangat pergerakan, dan bahkan cinta. Dari semua itu, “pangkat” tertinggi yang saya raih adalah menjadi seorang aktivis.Saking gilanya saya ber-HMI, sampai ada istilah yang populer di kalangan aktivis kala itu: “Aktivitas kampus mengganggu aktivitas ber-HMI.”Akibatnya, saya hampir saja menjadi mahasiswa “abadi”. Bukan karena bodoh, tapi karena telaga HMI terlalu menyenangkan untuk sekadar disinggahi — saya betah berendam di dalamnya dan tenggelam dalam rutinitas pengkaderan.Menurut saya, hal paling hebat dari HMI adalah tidak adanya “guru” dalam arti formal. Tidak ada satu orang pun yang secara khusus mengajarkan satu bidang ilmu tertentu.Semua ilmu mengalir seperti arus pengetahuan dari para senior kepada kami, para yunior. Para senior itulah guru kami sesungguhnya.Pola pengkaderan di HMI sangat unik. Transfer ilmu berjalan alami melalui diskusi, pembacaan buku, dan dialektika gagasan. Kami dididik untuk mencari kebenaran melalui bacaan dan refleksi, bukan menerima dogma.BACA: Dengki, Penyakit Hati yang Menghancurkan Kebaikan dan KeharmonisanDi HMI, kebenaran tidak lahir dari satu sumber tunggal, melainkan dari beragam dimensi kajian. Pengetahuan mengalir seperti air, dan kebenaran terus dicari melalui proses belajar yang tiada henti.Begitulah cara HMI mengkader: menanamkan kesadaran bahwa kebenaran tidak pernah absolut. Kebenaran sejati hanya milik Allah, sementara ilmu dan pengetahuan manusia akan terus berkembang, mengalir di sungai kebenaran tanpa pernah berhenti.Para senior di HMI memiliki “spesialisasi ilmu” yang luar biasa. Ada yang ahli retorika, administrasi, ekonomi, politik, hingga agama.Mereka mengajarkan dengan ketulusan dan kedalaman yang kadang melebihi dosen atau profesor di kampus. Kami belajar membandingkan, mengkritisi, dan memperkaya dari bacaan buku.Buku, bagi anak HMI, adalah kekasih utama. Kami membaca apa saja—filsafat, sejarah, ekonomi, agama, politik—semuanya dilahap dengan antusias.Bahkan, meminjamkan buku kepada teman yang pelupa dianggap tindakan yang “bodoh”. Buku adalah aset intelektual paling berharga.BACA: Wukuf di Padang Arafah: Introspeksi dan Taubat Menyucikan Hati di Hadapan AllahMaka tidak heran bila banyak alumni HMI kemudian tumbuh menjadi ulama, ekonom, politisi, budayawan, dan tokoh di berbagai bidang kehidupan. Istilahnya: anak HMI tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana.Meski HMI menganut prinsip independensi, para kader tetap terikat oleh identitas nilai dasar perjuangan (NDP) yang melekat dalam jiwa. Inilah “doktrin” paling kuat di HMI — panduan moral dan spiritual yang menuntun kader dalam setiap langkah perjuangan.Banyak hal bisa dibicarakan tentang Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dan pergulatan HMI dalam dinamika bangsa.Sebagai “anak kandung umat Islam”, HMI senantiasa hadir bersama rakyat, merasakan pahit getir kehidupan umat, dan berjuang untuk keadilan sosial.Kini, masa kaderisasi itu berlanjut dalam wadah yang lebih dewasa: KAHMI. Ia menjadi semacam “paguyuban intelektual” tempat berhimpunnya ide dan pemikiran alumni HMI untuk terus mengisi pembangunan bangsa.Di KAHMI, kita bisa bergaul dan bersentuhan dengan siapa pun tanpa memandang mazhab atau agama.Pendekatan yang terbuka dan rasional ini adalah cerminan dari sifat intelektual kader HMI — sifat yang tumbuh dan melekat sejak masa kaderisasi.BACA: HMI, Islam, dan Ke-Indonesia-anMembahas HMI memang tak akan pernah selesai. Setiap kader memiliki kisah dan pandangan masing-masing, dan justru di situlah kekayaan ber-HMI ria.Saya hanya ingin mengatakan: HMI-ku, aku sayang padamu.Sebagai anak kandung umat Islam, kita memegang teguh pesan Ali bin Abi Thalib:“Sebagai umat manusia, kita bersaudara dalam kemanusiaan, meskipun kita berbeda dalam iman.”Dan itulah yang dipegang oleh setiap kader hijau-hitam — ber-HMI ria, dalam semangat persaudaraan dan kemanusiaan.Wabillahit taufiq wal hidayah. [Via]Jangan Lewatkan:Bayangkan Muka Walid; Kultus Personal dan Manipulasi RitualMunas KAHMI XI di Kota Palu: Momentum Kader dan Alumni HMI Menjadi Pelopor Pemimpin Berkarakter Memb...Refleksi Filosofis Qurban: Menjalin Kebersamaan dan Menguatkan KetakwaanOpini Ni'matullah: Menggagas Otonomi Provinsi